Bagaimana
sebuah makam yang terlupakan selama lebih dari delapan dekade dapat mengungkap
sejarah kerajaan yang hampir hilang dari ingatan? Penemuan makam Raja Ajie
Pangeran Koesoemanegara di Bondowoso pada tahun 2015 membuka lembaran baru
dalam sejarah Kerajaan Cantung. Raja yang dikenal dengan kepemimpinannya yang
adil dan bijaksana ini, ternyata menyimpan cerita perlawanan terhadap
penjajahan dan pengasingan yang panjang. Artikel ini mengajak kita untuk
menelusuri kembali jejak sejarah yang mungkin nyaris terlupakan.
Penemuan Makam yang Menguak Sejarah
Makam
Raja Ajie Pangeran Koesoemanegara terletak di Kelurahan Badean, Kecamatan
Bondowoso, tersembunyi di tengah pemukiman padat penduduk. Penemuan makam ini
bukanlah hasil dari penelitian ilmiah besar-besaran, tetapi melalui upaya
panjang dari keturunan Raja Cantung yang ingin menemukan kembali jejak nenek
moyangnya. Baru pada tahun 2015, makam ini diidentifikasi sebagai tempat
peristirahatan terakhir Raja Ajie Pangeran Koesoemanegara setelah diteliti oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan bantuan Balai Pelestarian Cagar
Budaya Trowulan.
Keberadaan
makam ini penting, bukan hanya sebagai penanda sejarah lokal, tetapi juga
sebagai bukti fisik dari eksistensi Kerajaan Cantung, yang pada abad ke-18
merupakan bagian dari Kesultanan Tanah Bumbu di Kalimantan. Bagaimana makam ini
bisa terlupakan? Apa yang terjadi sehingga makam seorang raja penting seperti
Ajie Pangeran Koesoemanegara tidak diingat selama lebih dari 80 tahun?
Jawabannya berakar pada kisah perlawanan raja ini terhadap Hindia Belanda.
Raja
Ajie Pangeran Koesoemanegara: Pejuang yang Dibuang
Raja
Ajie Pangeran Koesoemanegara lahir dari keturunan kerajaan yang kuat. Ia
memimpin Kerajaan Cantung dari tahun 1863 hingga 1890, di saat kekuasaan Hindia
Belanda semakin mencengkeram nusantara. Sebagai seorang raja yang berpegang
teguh pada keadilan, Raja Ajie dikenal memperjuangkan hak-hak rakyatnya, bahkan
ketika itu berarti menentang Belanda. Perlawanan inilah yang membuatnya
diasingkan pada tahun 1890.
Belanda,
yang khawatir akan pemberontakan lokal, mengasingkan Raja Ajie dan keluarganya
ke Bondowoso. Raja Ajie meninggal di pengasingan pada tahun 1929, dan meskipun
makamnya ada di Bondowoso, kisahnya seakan hilang dari catatan sejarah hingga
ditemukan kembali. Pengasingan ini bukan hanya tentang fisik, tetapi juga
sebuah upaya sistematis untuk menghapus pengaruh raja di kalangan rakyat
Cantung dan sekitarnya.
Kerajaan Cantung: Sebuah Pusat Peradaban
Lokal
Kerajaan
Cantung, yang pada masa awal merupakan bagian dari Tanah Bumbu, memiliki peran
penting dalam sejarah lokal Kalimantan. Didirikan pada abad ke-18, kerajaan ini
menjadi salah satu dari banyak kerajaan kecil yang terpecah dari Kesultanan
Banjar. Puncak kejayaan Cantung terjadi saat dipimpin oleh Raja Ajie Pangeran
Koesoemanegara. Selama masa pemerintahannya, kerajaan ini dikenal makmur dengan
penduduk yang hidup dari pertanian dan perdagangan.
Namun,
perpecahan di antara kerajaan-kerajaan di Kalimantan, serta intervensi kolonial
Belanda, menyebabkan banyak kerajaan, termasuk Cantung, menghadapi krisis
internal. Saat Raja Ajie diasingkan, kekuatan kerajaan melemah, dan lambat laun
pengaruh Cantung pun berkurang hingga menjadi bagian dari sejarah yang
terlupakan.
Pentingnya Makam Ini bagi Pelestarian Sejarah
Makam
Raja Ajie Pangeran Koesoemanegara yang baru ditemukan kembali adalah warisan
budaya yang sangat penting. Sayangnya, hingga saat ini, makam tersebut belum
mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah atau masyarakat luas.
Lokasinya sulit ditemukan, bahkan minim informasi di internet atau media
lainnya. Padahal, makam ini memiliki potensi besar untuk menjadi tujuan wisata
religi yang dapat menarik banyak pengunjung.
Selain
sebagai tempat wisata, makam ini juga bisa menjadi sumber pendidikan bagi
siswa-siswi yang ingin belajar tentang sejarah lokal. Pendirian pusat
informasi, peningkatan perawatan makam, dan penjagaan situs ini akan sangat
membantu dalam melestarikan warisan sejarah ini.
Penutup:
Warisan yang Harus Dihidupkan Kembali
Penemuan
makam Raja Ajie Pangeran Koesoemanegara adalah sebuah pintu menuju pemahaman
yang lebih dalam tentang sejarah Bondowoso dan Kerajaan Cantung. Sebuah cerita
tentang raja yang berani menentang penjajah, dan akhirnya harus menanggung
konsekuensi dari keberaniannya. Penemuan ini tidak boleh diabaikan, karena
makam ini tidak hanya sekadar situs sejarah tetapi juga sebuah warisan yang
bisa menghubungkan generasi saat ini dengan masa lalu yang gemilang.
Melalui
penelitian dan pelestarian yang tepat, makam ini bisa menjadi pusat
pembelajaran sejarah yang hidup, menginspirasi generasi mendatang untuk terus
menggali kisah-kisah dari masa lalu yang tersembunyi. Maka dari itu, upaya
kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan agar
warisan sejarah ini tetap terjaga, dan kisah Raja Ajie Pangeran Koesoemanegara
terus hidup dalam ingatan kita semua.
Kesimpulan
Penemuan
makam Raja Ajie Pangeran Koesoemanegara bukan hanya sebatas penggalian
arkeologis, tetapi juga penggalian nilai-nilai sejarah dan budaya. Dengan
segala potensi yang dimiliki, sudah saatnya makam ini mendapatkan perhatian
yang lebih dari berbagai pihak, sehingga kisah perjuangan Raja Ajie dapat terus
diwariskan kepada generasi mendatang, sekaligus menghidupkan kembali warisan
sejarah Bondowoso dan Kalimantan Selatan yang pernah berjaya.
Penulis: Stanley Caesar Prayoga (230210302037)
Social Footer