Pada masa rezim orde baru terjadi sebuah pembaruan
dalam sistem pertanian yang disebut revolusi hijau atau medernisasi pertanian,
revolusi hijau di Indonesia dikembangkan oleh Yayasan Ford dan Rockfaller
(Mainaki, 2020). Revolusi Hijau merupakan cara atau trobosan yang dikembangkan
untuk meningkatkan kesejahteraan para petani, karena para petani juga memiliki
peran penting dalam negara khususnya negara berkembang yang dalam hal teknologi
masih tertinggal. Revlusi Hijau sangat membantu para petani dalam mengolah
sawah ataupun ladangnya karena terdapat pembaharuan dalam sistem pertanian dan
adanya teknologi yang membantu pekerjaan petani. Dengan adanya pembaharuan
dalam sistem pertanian yang lebih modern hasil panen yang didapat juga akan
meningkat dari segi kualitas dan kuantitasnya.
Namun ada juga dampak dengan adanya modernisasi di
bidang pertanian dan dampak tersebut dirasakan langsung oleh masyarakat di desa
Sambirejo, Banyuwangi yang mayoritas masyarakatnya merupakan seorang petani.
Karena pertanian pada awalnya menggunakan cara yang tradisional, seperti contoh
dalam membajak sawah yang mulanya menggunakan alat seadanya atau bisa juga
menggunakan kerbau, beralih menjadi mesin traktor yang dinilai lebih cepat.
Tidak hanya dalam hal teknologi, pupuk-pupuk dan juga teknik dalam mengolah
lahan pun mendapat pembaharuan. Hal ini juga berdampak pada hasil pertanian
masyarakat desa tersebut, meskipun begitu tidak semua dampat tersebut bersifat
positif ada juga beberapa petani yang tidak mendapat kebaikan dari adanya
Revolusi Hijau.
Organisasi
Yang Bergerak di Bidang Peranian
Di
desa Sambirejo modernisasi pertanian dilaksanakan di tahun 1990 an. Diawali dengan terbentuknya Kelompok Tani yang
beranggotakan 50 orang petani.
Masyarakat desa pada tahun 1990an dengan arahan
bapak ppl membentuk suatu kelompok yang terdiri dari petani yang bertujuan
untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dan perkebunan yang anggotanya ada
50 orangnya.
Dari
apa yang dijelaskan bapak Tukiyo yang merupakan petani sekaligus anggota dari
Kelompok Tani di desa Sambirejo tersebut menjelaskan bahwa pembentukan Kelompok
Tani tersebut merupakan inisiatif seorang anggota PPL (Penyuluh Pertanian
Lapangan) yang sedang bertugas di desa Sambirejo di tahun 1990, pembentukan
Kelompok Tani memiliki tujuan untuk membantu para petani meningkatkan hasil
produksinya. Kelompok Tani ini merupakan sebuah perkumpulan atau organisasi
yang bergerak dibidang pertanian dan Perkebunan. Pak Tukiyo bergabung ke dalam
organisasi tersebut pada tahun 2000 an dan masih aktif hingga sekarang. Kebanyakan
yang bergabung adalah kaum laki-laki meskipun yang bertani Perempuan namun yang
mengikuti kegiatan rapat dan sebagainya adalah suami dari Perempuan tersebut,
namun jika laki-laki tidak bisa hadir maka istrinya atau anggota keluarga
lainnya bisa mewakili untuk hadir. Kelompok Tani ini juga terdapat progam
seperti arisan dan juga bantuan-bantuan dalam bentuk kebutuhan pertanian
seperti pupuk, obat tanaman, alat pertanian dan sebagainya. Dalam progam arisan
tersebut para petani memberikan uang arisan sesuai kesepakatan, arisan tersebut
akan cair setiap bulannya. Namun kini anggota dari Kelompok Tani sendiri sudah
mulai berkurang karena lahan pertanian juga sudah banyak yang di alokasikan
untuk Pembangunan rumah ataupun bangunan lain, kini anggotanya sekitar 43 orang
dan kebanyakan anggotanya merupakan petani yang sudah tua. Dengan adanya
Kelompok Tani ini informasi mengenai seputar pertanian bisa tersampaikan dengan
mudah dah para petani juga bisa mengimplementasikan informasi yang di dapat.
Kelompok Tani ini merupakan bentuk respon dari adanya Revolusi Hijau. Revolusi
Hijau memudahkan apapun pekerjaan petani dan juga mempermudah penyebaran
informasi, hal ini sangat berpengaruh terhadap kegiatan pertanian di desa-desa.
Pembaharuan
Pertanian
Revolusi
Hijau atau Modernisasi Pertanian merupakan trobosan dari pemerintah untuk para
petani guna meningkatkan kesejahteraan petani dengan cara melakukan pembaharuan
di bidang pertanian seperti alat-alat, pupuk, oobat-obatan untuk tanaman dan juga
strategi dalam penananaman. Hal ini dilakukan supaya hasil pertanian bisa
menunjang pendapatan perkapita masyarakat. Revolusi Hijau tidak hanya
memberikan kemudahan juga memberikan inovasi terbaru dalam mengolah lahan
pertanian dan perkebunan. Modernisasi pertanian memberikan kemudahan bagi
petani karena semua alat dan bahan yang digunakan diperbarui sehingga lebih
efektif.
Yang diperbarui alat pertanian misal dari mengolah
tanah menggunakan hewan kerbau dan sapi beralih menggunakan alat bajak tanah
mesin yang disebut traktor, dari digebros (cara merontokkan padi dengan di
pukulkan ke sebuah kayu) beralih menggunakan mesin perontok padi yang namanya
treser. Dalam penyemprotan tanaman menggunakan alat manual sekarang beralih
dengan mesin.
Dalam
bertani yang awalnya menggunakan alat kayu dan kerbau sebagai media
penggeraknya berubah menjadi mesin yang bisa mempermudah pekerjaan petani.
Mesin traktor sebutnya, traktor pada masa itu kebanyakan masih dari impor dan
juga harganya tidak murah, hanya segelintir orang sajayang mampu memeilikinya,
namun petani di desa Sambirejo sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan sehingga
pada saat masa membajak sawah para pemilik traktor meminjamkan alat tersebut
untuk membajak sawah. Sehingga dalam pengolahan sawah bisa merata. Meskipun
begitu penggunaan kerbau dan sapi sebagai media untuk membajak sawah masih ada
karena beberapa masyarakat belum mampu membeli traktor, dan juga kerbau dan
sapi masih bisa digunakan. Selain itu juga terdapat mesin perontok padi yang
dinamakan treser, dimana sebelum menggunakan mesin treser para petani
merontokkan padi dengan cara gebros atau cara manual yakni di pukulkan ke
bidang kayu ataupun benda keras lainnya. Tanaman juga butuh nutrisi yang cukup
sehingga butuh penyemprotan suplemen tumbuhan, yang mulanya penyemprotan
menggunakan alat tangki manual kemudian berubah menjadi mesin semprot. Kemudian
dalam memotong rumput juga sudah jarang yang menggunakan alat clurit ataupun
alat tradisional lainnya, kini berubah menjadi mesin pemotong rumput.
Dampak
Modernisasi Pertanian
Dengan
adanya modernisasi di bidang pertanian ini membawa dampak yang signifikan bagi
masyarakat, terutama para petani. Dampak ini tentunya masyarakat petani yang
pertama merasakan.
Mempermudah pekerjaan petani, hasil produksi
melimpah dan bagus, dengan adanya modernisasi alat pertanian maka petani bisa
menanam padi dalam satu tahun 2x padi dan 1 kali polowijo (tanaman palawija,
tanaman yang ditanam saat musim kering), secara seremtak untuk mencegah
penyakit biar hasilnya bagus dan baik.
Dalam
setahun biasanya hanya dapat memanen paadi satu kali saja atau hanya 1 kali
tanam padi, namun setelah adanya modernisasi pertanian, penanaman padi dapat
dilakukan hingga 2 kali tanam. Tanaman palawija juga tak lupa, karena dalam
setahun pasti ada musim kering maka para petani menanam tanaman palawija karena
dinilai efektif untuk musim panas dan cocok untuk cuacanya. Modernisasi
pertanian banyak berdampak positif bagi masyarakat petani, dengan modernisasi
pertanian pekerjaan petani menjadi semakin mudah dan hasil produksi lebih
berkualitas, meskipun demikian semua yang berniali positif pasti memiliki sisi
negatif. Adapula dampak negatif yang terjadi akibat modernisasi pertanian,
seperti kata pak Tukiyo:
Mengurangi penggunaan tenaga kerja, petani harus
menggunakan pupuk kimia yang berlebihan untuk meningkatkan hasil tanaman
tersebut akan tetapi harga pupuk kimia yang semakin mahal, akibat penggunaan
pupuk kimia yang berlebihan maka kesuburan tanah semakin menurun.
Jadi
meskipun memiliki dampak yang sangat bermanfaat namun semua juga da efek
negatifnya. Dan semua dampak tersebut tidak hanya kaum petani saja yang
merasakan namun masyarakat konsumen juga ikut terkena dampak seperti dalam
penggunaan pupuk kimia yang mahal otomatis harga jual hasil pertanian juga
mahal dan juga dengan mahalnya harga pupuk kimia para petani juga kesusahan
jika sudah terlanjur bergabtung pada pupuk kimia dan jika terjadi kelangkaan
barang maka petani juga yang kerepotan.
Kondisi
Sosial Ekonomi
Terdapat
pula kondisi sosial pada masa itu, pak Tukiyo merasa bahwa keadaan sosial pada
masa itu tidak terlalu mecolok.
Kesejahteraan petani semakin meningkat dan para
petani menjadi lebih rukun
Begitulah
kata pak Tukiyo secara singkat menjelaskan bahwa dengan adanya modernisasi
pertanian ini dapat mempererat tali persaudaraan, karena sistem tanamnya yang
serempak dan juga dengan adanya Kelompok Tani tersebut para petani dapat
berkumpul untuk mengadakan rapat seputar pertanian. Hal ini dapat membuat
suasana gotong royong dalam bermasyarakat. Para petani di desa Sambirejo ini
lebh banyak melakukan penanaman tanaman yang sama dan juga diwaktu yang sama,
hal ini dilakukan jika harga suatu produk hasil pertanian harganya mahal.
Kesejahteraan petani terjamin apabila harga produk hasil pertanian harganya stabil,
namun dengan menanam satu jenis tanaman yang sama di waktu yang sama juga
memiliki dampak yang kurang menguntungkan, yaitu rawan harga produk hasil
pertanian tersebut anjlok karena banyaknya stok atau kelebihan produk hasil
pertanian, yang dapat membuat produk hasil pertanian tersebut terbuang sia-sia
karena beberapa hal seperti busuk ataupun sudah layu dan tidak segar.
Modernisasi pertanian juga berdampak pada perekonomian masyarakat khususnya
para petani.
Keadaan perekonomian para petani semakin membaik
karena hasil produksi melimpah. Selama ini masih belum ada karena petani masih
merasa diuntungkan
Dari
apa yang dikatakan pak Tukiyo dapat disimpulkan bahwa modernisasi pertanian ini
lebih banyak untungnya di perekonomian masyarakat. Meskipun hanya beberapa saja
yang perekonomiannya tidak terdampak tapi kebanyakan masyarakat ini merasa
lebih baik daripada sebelum adanya modernisasi pertanian.
Reaksi
Masyarakat
Dalam
hal ini respon masyarakat mengikuti bagaimana modernisasi ini berdampak pada perekonomian
mereka.
Masyarakat petani senang dan merasa diuntungkan
dengan adanya modernisasi pertanian dan tidak ada penolakan
Tidak
terdapat penolakan karena para petani masih banyak mendapatkan untung dengan
adanya revolusi hijau atau modernisasi pertanian. Para petani tidak terlalu
menganggap serius adanya dampak yang negatif, mereka hanya tau bahwa dengan
adanya modernisasi pertanian membawa mereka ke arah pertanian yang lebih
modern. Masyarakat lebih merasa terbantu karena hasil produksi yang di hasilkan
dapat menunjang kehidupan mereka, dan juga dapat membantu memperbaiki
perekonomian maasyarakat. Sejauh ini belum ada penolakan akan adanya
modernisasi pertanian seperti ucap pak Tukiyo. Masyarakat desa Sambirejo yang
mayoritas merupakan petani dan juga di sekitar desa terdapat sawah-sawah milik
warga yang luas membuat para petani lebih memikirkan bagaimana kuntungannya
dari adanya modernisasu pertanian ini. Sehingga tidak menolak atau menentang
modernisasi pertanian.
Kesimpulan
Revolusi Hijau atau modernisasi pertanian merupakan
terobosan yang dijalankan pemerintah untuk menunjang kehidupan para petani di
Indonesia. Di desa Sambirejo moderniasi pertanian mulai masuk diawali dengan
terbentuknya organisasi atau perkumpulan para petani yang disebut Kelompok
Tani. Kelompok Tani dibentuk bukan tanpa alasan, dilatar belakangi adanya
revolusi hijau dan bertujuan untuk mempermudah penyampaian informasi seputar
pertanian dan juga membantu dalam penyediaan kebutuhan petani, organisasi ini
awalnya beranggotakan 50 orang yang kini tinggal 43 orang saja.
Revolusi Hijau memiliki dampak yang mempengaruhi
kehidupan petani di Desa Sambirejo, dampak yang dirasakan oleh masyarakat
khususnya petani beragam, karena Revolusi Hijau ini tidak hanya terdapat dampak
positif tetapi juga ada dampak yang merugikan bagi petani. Dengan adanya
Revolusi Hijau atau modernisasi pertanian ini keadaan perekonomian masyarakat
desa Sambirejo lebih terjamin dan lebih baik dari sebelum adanya progam
modernisasi pertanian. Masyarakat desa juga dengan senang hati menerima progam
ini karena dinilai banyak keuntungannya
Daftar
Pustaka
Gultom, F. &. (2021). Revolusi Hijau Merubah Sosial-Ekonomi
Masyarakat Petani. Jurnal Pembangunan Sosial.
Hamidi, M. (2021). Petani Banjarnegara
Masih Ketergantungan Pupuk SP36, Ini Penyebabnya. Jurnal Pembangunan Sosial.
Hutauruk, E. H. (2021). Bisakah Petani
Tradisional Menjadi Petani Berdasi? . Kompasiana.Com. .
Mainaki, R. (2020). Scenarios of The Future
og Technology and International Development (Penerjemah Revi Mainaki). In
Universitas Siliwangi. The Rockefeller Foundation dan Global Business Network.
Nugroho, W. B. (2018). KONSTRUKSI SOSIAL
REVOLUSI HIJAU DI ERA ORDE BARU. Journal on Socio-Economics of Agriculture
and Agribusiness.
Social Footer