Gambar: surabaya.tribunnews.com

Di Papua terjadi konflik berkepanjangan yang disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).   KKB yang dulunya bernama OPM adalah aksi masyarakat pedalaman Papua yang memberontak ingin merdeka dari Indonesia. KKB sendiri sering dijuluki terorisme karena tindakan mereka yang membahayakan dan melakukan kekerasan terhadap masyarakat. Lewat membaca dari artikel di ponsel saya mengenai KKB ini dalam pandangan bahwa mereka menginginkan tanahnya tidak diganggu oleh orang lain. Tanah yang mereka maksud adalah daerah yang banyak dihuni oleh perantauan asal Jawa, Sumatera dan lain-lain. Namun, dari sudut pandang orang-orang lain yang merantau di Papua khususnya Papua Barat tidak ingin adanya permusuhan antara orang pedalaman Papua dan perantauan.

Pada awalnya aksi ini diberi nama OPM yaitu Organisasi Papua Merdeka yang mereka namakan sendiri. Namun, untuk menghindari ancaman keamanan nasional biasa disebut separatisme yang menyebabkan ancaman kejahatan atau kriminalitas. Perubahan nama OPM menjadi KKB ini justru menambah kelompok oknum-oknum yang pada dasarnya konsisten mempertahankan gerakan separatisme ini. Hal ini ditandai dengan meningkatnya tindakan   kekerasan yang selama ini menduduki sebagai kelompok kriminal.

Aksi KKB ini menimbulkan banyak kontroversi di Indonesia. Konfilik Papua ini merupakan konflik separatis terpanjang dalam sejarah Indonesia kurang lebih tiga dekade. KKB ini bermaksud bahwa orang-orang Papua ini ingin merdeka. Konflik ini juga muncul disebabkan adanya identitas etnis untuk mewujudkan tujuan politik. Pada Organisasi Papua Merdeka yang melakukan pembelaan tidak akan berhenti beraksi baik di dalam negeri maupun internasional selama beberapa puluh tahun. Respon pemerintah terhadap konflik yang terjadi yaitu adanya tindakan hokum, pelarangan kegiatan, penangkapan dan pemenjaraan. 

KKB ini erat hubungannya dengan HAM karena tindakan yang mereka lakukan kepada perantauan sangat kejam. Sedangkan angkatan bersenjata, polisi dan lainnya tidak boleh melakukan hal tersebut dengan julukan itu melanggar HAM atas Papua. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak korban jiwa yang disebabkan oleh aksi separatism Papua ini. Dari beragam kejahatan an terror kemanusiaan yang disebabkan KKB merupakan wujud nyata Negara melindungi dan membela hak-hak kemanusiaan rakyat Papua. Namun, disisi lain sepertinya Papua tidak puas akan hal itu, mereka terus saja meneror dalam aksinya terhadap masyarakat perantauan yang hidup di tanah Papua. Pada UU RI no. 26 tahun 2000 diterangkan bahwa pengadilan yang ada sangkut pautnya dengan Hak Asasi Manusia melibatkan pembunuhan dalam kejahatan kemanusiaan itu pelanggaran yang berat. Atinya dalam pasal tersebut Negara harus beraksi dengan tujuan agar semua rakyat mendapatkan haknya masing-masing. Tidak boleh lagi ada korban jiwa dari aksi kejahatan KKB Papua, mengacuhkan apa yang dilakukan KKB adalah tindakan kesalahan besar Negara.

Perantauan yang ada di Papua semakin hari semakin dibuat resah oleh aksi KKB karena banyak korban jiwa yang gugur. Korban jiwa ini lalu ada yang dibunuh dengan kapak, pisau, dan alat tajam lainnya. Mereka diiciderai dengan menyobek mulut hingga rahang, kepala bagian belakang dan bagian tubuh lainnya seperi kaki, tangan. Terlebih lagi, tentara yang bertugas pun terkena imbasnya, ada yang terbunuh juga hingga meninggal dunia, apalagi nasib perantauan yang hanya rakyat biasa.

Pemberitaan yang dilakukan seperti tindakan kejahatan yang brutal oleh media yang sangat menggiring opini publik akibat kejahatan dan keadilan serta keterlibatan atas stigmatisasi yang ada pada kelompok tersebut. Keputusan perubahan nama OPM menjadi KKB ini masih terus diperdebatkan karena menandai kebijakan populismas pidana akan sangat mempengaruhi kondisi politik. Hal ini juga mengabaikan mekanisme hukum untuk membentuk suatu kelompok terhadap suatu organisasi terorisme.

Meningkatnya angka kematian pada tahun 2004 tersebut termasuk aparat keamanan dan warga sipil. Peristiwa ini merenggut banyak nyawa yang dilakukan KKB Papua yang melakukan kekerasan secara besar-besaran yang diklaim sebagai teroris, termasuk melakukan pembunuhan yang brutal itu. Selain itu tindakan KKB Papua ini menggunakan senjata seperti pasukan militer yang diterapkan secara organisir dengan cara menggunakan taktik selayaknya perang. Hal ini harus ada penanganan oleh aparat yang menggunakan pendekatan keamanaan. Terorisme yang disampaikan kepada KKB Papua bertujuan agar aparat atau penegak hukum kepolisian dan TNI melakukan pengatasan atas tindakan tersebut.

Awal Mula

Dalam wacana yang telah saya baca, nasib perantauan khususnya Jawa di tanah Papua sangat mengkhawatirkan. Orang-orang perantauan disana hidup dalam kegelisahan dimana setiap harinya takut akan penyerangan. Penyerangan ini dilakukan oleh oknum-oknum KKB Papua. Pada September 2004 telah terjadi kejahatan dan terosisme yang tak terduga dari KKB atau OPM Papua. Berikut kutipan cerita dari Andy Muriyanto, perantauan asal Probolinggo yang terkena dampak KKB atau OPM Papua:

Dulu waktu iru tahun 2004 bulan berapa gitu lupa, waktu itu om andy kerja di Papua, di distrik wamena disitu Jayawijaya. Om Andy kerja di perusahaan air minum, nama perusahaannya itu Mikero. Om andy masuk pagi jam 6 pulangnya jam 6 sore. Setelah kerja dapat satu minggu ada salah satu teman ngajak kerja sampingan ojek di wamena disitu katanya

“ojeknya harus daftar tidak?”

“tidak mas, gratis” Dia bilang begitu,

“Pendapatannya berapa kalau ojek?”

“bisa seratus bisa semalam satu juta”

Wes saya coba ikut, ambil motor nanti motornya nyewa punya nya Om Agus. Terus kerja itu kan kerja itu satu minggu baru dapat gaji dari perusahaan air. Pengennya itu ada kelebihan uang buat ngirim-ngirim ke jawa buat mbahuty nya. Terus Om Andy ini mencoba kerja sama temen namanya Beni, orang Kristen. Dia bilang

“Tapi Mas Andy kalau kerja itu hati-hati di Papua, kalau saya kan orang lama saya sudah tau kalau bahaya”

“oh iya” saya bilang begitu.

“Nanti kumpul kita mas depan toko Himalaya”

Ya sudah. Saya sudah dapat motor. Sore kita pulang sama-sama. Pas disitu sore saya sudah siap bawa motor datang ke tempat parkiran abang-abang ojek Papua. Makasudnya abang-abang Papua ini orang Jawa kumpul disana yaitu di Wamena itu. Memang banyak penumpang tetapi om Andy belum dapet satu penumpang pun karena masih malu-malu. Waktu itu ada ini, mendung mau turun hujan pas gerimis habis maghrib langsung bersamaan dengan matinya lampu. Pas mati lampu disitu bersamaan ada temannya om Andy dia buru-buru datang bilang

“ada teman yang ditikam”

Dia bilang begitu, “dimana-dimana?”tetapi  ini kondisnyai sudah mencekam disitu karena lampu mati gerimis lagi mau hujan besar itu. Terus ada musibah itu juga teman ini ada yang ditikam baru kita itu sama-sama, rombonganlah cari orang yang ditikam itu . Dimana posisinya ternyata di ujung bandara. Cuman di ujung bandara ini itu ujungnya bandara di Wamena ini namanya desa Wedan tapi ini hutan, jarang-jarang lewat sana. Korban ini lewat sana karena nganter orang, katanya mau dibayar 100. Dia mau lah satu kilo setengah, mau lah uang besar. Pas diantar ceritanya orang itu sudah tiba-tiba sudah ditikam. Motornya ada di rumput, orangnya terkapar ditengah jalan. Ditikam dari belakang, ditikam oleh orang kelompok pemberontak oleh orang OPM saya bilang huruf tiga. Ketemu motornya, saya kira dibawa lari ternyata tidak. Di belakang ini ada tulisan ‘Tinggalkan Tanah Papua’ begitu. Itu salah satu tindakan orang-orang Papua sana yang tidak mau orang Jawa merantau disana.Kalau sekarang orang Papua mintanya berbeda. Waktu ditikam itu ada kertas, di pohon juga ‘Tinggalkan Tanah Papua’.  Saya mau bantuin ini toh, mau menghindar soalnya saya liat darah pusing.

Beni teman saya itu angkat dulu penumpang, yang lain kerumah sakit om Andy balik dulu ke kontrakan. Om Andy ganti baju yang basah pakai jaket terus pakai mantel. Nah om Andy kan kenal sama kepala suku, sama cah sume itu arek-arek Jakarta, Sumatera. Pas itu Om Andy pakai mantel rencana mau kerumah sakit nungguin teman om belum datang, ditelpon tidak diangkat tapi masuk. Setelah hujan kepala suku disana telpon ke saya itu ada orang Pakistaji disini. Om Andy sama kepala suka kenal. Karena ada bahaya saya ditelpon

“sekarang ada pembunuhan di bandara ada yang ditikam”

“iya saya tau”

“ada lagi di sungai, katanya dipanah dibuang ke sungai kamu jangan kemana-mana sama teman-teman mu”

“teman saya belum datang”

“hubungi cepat suruh pulang” dia bilang begitu

Saya panggil tidak diangkat tetapi masuk, kepala suku telpon lagi katanya suruh tunggu depan rumah. Baru cak Suhar ini datang katanya

“ayo-ayo berangkat, nunggu di rumah sakit”

Rombongan itu sudah ke rumah sakit. Sebelum sampai rumah sakit, pas di depan polri atau kodim ada telpon ada korban lagi kepalanya di kapak. Terus mau jalan lagi ada telpon lagi ada korban lagi jauh dari ini katanya dia ojek. Terus bagaimana kondisinya sudah diamankan warga tapi dia meninggal. Setelah itu langsung ke rumah sakit, disana yang ditikam itu sudah tidak wajar. Saya telpon mbahuty kalau ada perang. Tidak lama lagi ada seorang tentara juga diserang. Dia itu di ini ditusuk dibelakang kepalanya tembus batok kepala.

Pada cerita Andy di atas menunjukkan bahwa oknum-oknum OPM arau disebur KKB itu sangat tidak suka dengan perantauan yang tinggal disitu. Terbukti banyak orang yang menjadi korban jiwa atas aksi tersebut. 

Kisah Pilu

KKB dimata perantauan sangat kejam, sering  melakukan pembunuhan dan pembantaian. Hal ini juga disebabkan rasa tidak adil yang dirasakan oleh orang pedlaman Ppaua. Namun, cara mereka membela diri itu benar-benar salah. Seperti yang Andy Muriyanto ceritakan pada kutipan ini:

Tentara dibunuh disitu. Semakin ramai, walaupun om Andy mati lampu sambil hujan. Terus om Andy telpon yang namanya Beni gak diangkat, ada korban terus sampai tujuh itu yang terakhir temannya Om Andy ini, kepalanya di injak, mulut ini rahangnya di sobek pakai parang ini rahangnya sobeng sampai sini. Terus tangan ini bunting, tapi buntungnya tidak lepas.Pas di tahun 2004 itu sebelum Agustus. Setelah itu datang mobil pick up seperti mobil satpol PP itu, mayitnya ini tidak taruh dibawah, lantainya kuning sampai berwarna merah. Sedangkan saya hanya melihat dari jauh, saya tidak percaya teman saya meninggal.

Baru saya mendekat kok ada telpon-telpon, bunyi HP, semakin dekat oh ini yang bunyi mayit ini saya bilang, wajahnya sudah tidak saya kenal, rahang dan mulut kenak iris begini. Terus ada  salah satu petugas satpol PP yang berani ambil HP dari dalam mayitnya ini. Ternyata itu memang Beni, teman saya. Yang telpon itu saya, saya matikan telponnya saya nangis, saya mau nangis kayak anak kecil, malu toh, tetapi air mata keluar sendiri.

Paginya itu sudah di pemakaman , di kremasi katanya kalau orang Kristiani. Terus yang muslim-mulis, tentara ini muslim. Kayak rombongan lah orang mati dibawa ke Bandara dibawa ke kampungnya masing-masing. Kita yang warga orang Jawa disana banyak yang nelayat toh di bandara lah, di jalan itu di cegat sama gerombolan  Papua, didepan itu tentara itu ga boleh nembak orangnya kalau nembak orangnya itu HAM, jadi nembaknya ke atas. Kenak gas ait mata itu orangnya lari-lari saja sambil tetap melempari kita. Karena sering dikasih gas air mata mereka bubar, pulangnya itu juga dikawal. Setelah sore pulang ke kampungnya masing-masing, persyaratan dirumah sakit sudah disemua oleh kepala suku serta biaya oleh pemerintah bupatinya. Om Andy minta kiriman uang, papamu jual televise, mbahuty jual kalung diuangkan dikirim ke om Andy supaya Om Andy segera pulang. Mbahuty tidak makan katanya kalau om Andy belum pulang. Om Andy beli tiket pesawat tapi Om Andy dapet nunggu 2 hari laku teleisi. Tidur di kontrakan tetapi kalau malam tidak boleh tidur dala rumah, jadi semuanya diungsikan di kodim. Ibu-ibu yang di Pasar itu juga di parang kakinya. Listrik sema mati kecuali di kodim karena pakai jenset. Krena penuh ada masjid, gereja dipakai mengungsi memakai alas sarung.

Mau beli tiket ternyata tidak boleh terbang, diblokir. Jadi Om Andy naik Hercules itu bayarnya ada di kantor tentara juga, pesawat kayak Lion, Link, Upati itu masih ada banyak lah perjalanan kesana terblokir jadi tidak bisa. Kalau Hercules boleh , tiketnya harga delapan ratus. Turunnya di Bandara Mohammad Saleh, Malang. Dari Wamena transit dulu, dapet tiket langsung berangkat jam 3. Jam 5 pagi check in barang-barang ditimbang lagi dan sampai di Malang di jemput Papamu.

Negara harus beraksi dengan tujuan agar semua rakyat mendapatkan haknya masing-masing. Tidak boleh lagi ada korban jiwa dari aksi kejahatan KKB Papua, mengacuhkan apa yang dilakukan KKB adalah tindakan kesalahan besar Negara.

Seorang Ibu

Adanya aksi KKB di Papua yang meneror warga apalagi orang rantauan ini membuat keluarga sangat khawatir. Keresahan ini jga terjadi pada Ibu Andy Muryanto bernama Siti Muryana:

Awalnya Om Andy ngabarin kalau ada kerusuhan di Wamena, minta jemput, saya suruh pulang. Minta dikirim uang mumpung mbahuty tidak punya uang jadi jual televise, pinjam kalung neng Fifin untuk dijual dan juga gelang karena mbahuty tidak punya uang. Kirim uangnya lalu jemput om Andy di Bandara Mohammad Saleh di Malang.

KKB ini harus segera ditindaklanjut oleh Negara, karena meresahkan masyarakat apalagi perantauan yang ada di Papua. Hal ini juga banyak menimbulkan korban jiwa dengan julukan Hak Asasi Manusia. Kemanusiaan tetap ada di atas mau sebanyak apapun masalah yang kita hadapi, jaga negeri ini untuk masa depan dan ciptakan lingkungan yang rukun.

 

Daftar Wawancara

1.      Bapak Andy Muriyanto, 9 Juni 2024

2.      Ibu Siti Muryana, 9 Juni 2024

 

Penulis: Findy Riska Ananda 230210302004


DAFTAR PUSTAKA

Rachman, Tahar. 2018. “Tinjauan Hukum Penetapan Kelompok Kriminal Bersenjata Papua Sebagai Teroris Dalam Perspektif Hukum Pidana Nasional.” Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. 7(1): 10–27.

Suropati, Untung. 2019. “Solusi Komprehensif Menuju Papua Baru: Penyelesaian Konflik Papua Secara Damai, Adil, Dan Bermartabat.” Jurnal Kajian Lemhannas RI 7(1): 73–89. http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/view/52.

Taskarina, Leebarty, and Nuri Widiastuti Veronika. 2021. “The Penal Populism in The Changing Status of Papuan Criminal Armed Group (KKB Papua) into A Terrorist Organization.” Jurnal Ilmu Sosial Politik dan Humaniora 4(2): 16–31. doi:10.36624/jisora.v4i2.56.